#under_header{ margin:10px 0; padding:1%; width:98%; }

Facebook Badge


"selamat datang di sarang semut ijo"
 

Kamis, 08 Juli 2010

keyakinanku hari ini



Kutelusuri jalan dengan semangat akan keyakinanku. Aku yang kini mampu untuk hidup tanpa seorangpun yang membantuku, terkadang aku berfikir apa yang dikatakan para pemikir-pemikir dan para ahli itu bohong belaka yang mana mereka mengatakan bahwa “manusia tak bisah hidup tanpa bantuan orang lain”. Aku ini buktinya hidup seorang diri, mencari makan yang bisa dimakan, walupun aku tak punya rumah namun ku merasa bumi ini adalah rumahku. Aku begitu yakin bahwa yang dikatakan orang-orang bahwa manusia mempuyai sifat sosiial itu cuman kebohongan belaka. Aku begitu yakin setalah sekian lama aku hidup beralaskan tanah beratapkan langit tak seorangpun yang peduli padaku. Walaupun aku tidak hidup pada zaman penjajahan belanda namun ku sempat berfikir bahwa kita masih terjajah bukan terjajah secara fisik namun secara watak dan pemikiran kita. Aku berkata seperti ini karena keyakinanku yang begitu kuat. Watak yang telah lama dibentuk oleh kaum Kolonial tak bisa hilang dari fikiran kita. Buktinya kebanyakan dari kita tak mampu berfikir kritis hanya mementingkan ego saja, yang lemah ditindas oleh yang kuat, yang miskin semakin miskin yang kaya semakin kaya dan tak ada rasa peduli sedikitpun, aku merasa terjajah di negeriku sendiri. Jikalu memang ada yang menolong orang miskin pasti mereka punya kepentingan di dalamnya entah mau dipuji atau apalah, tak ada rasa keikhlasan pada diri mereka. Bukan cuman hal itu yang membuat aku yakin bahwa manusia hanyalah boneka-boneka yang diatur oleh watak egonya, yaitu ketika aku berjalan menelusuri lorong-lorong sempit terdengar isak tangis, teriakan-teriakan yang membuat aku merinding penuh rasa takut, aku tak begitu peduli karena keyakinanku bahwa tak ada sosialisme di dunia ini. Aku begitu yakin dengan keyakinanku, ketika kulihat beberapa orang yang lemah tak berdaya duduk dan baring di gubuk-gubuk mereka yang hampir rubuh dan yang kulihat di balik gubuk-gubuk tersebut berdiri tegak dan kokoh bangunan-bagunan megah. Aku tak heran lagi karena keyakinanku tak kuragukan lagi. Aku hidup untuk diriku sendiri bukan untuk orang lain. Itulah keyakinanku sekarang. Aku tak mampu berfikir untuk menghilangkan keyakinanku namun itulah sedikit kisah yang kumulai untuk ku tuliskan. Aku tak tau apakah keyakinanku akan berubah, namun matahari tetap terbit dari timur dan bumi masih berputar pada porosnya maka untuk hari ini inilah keyakinanku, entah kapan keyakinanku akan berubah...

By, semut yang sendiri

Senin, 19 April 2010

Dari Korban Menjadi Tuan

Kebanyakan orang yakin bahwa ia adalah korban dari keadaan yang sedang berlangsung. Sebagian lagi yakin bahwa ia punya kemampuan untuk mengubah kondisi kehidupannya. Sebagian kecil lagi yakin bahwa ia mulai bermain-main dengan kemungkinan barangkali hidupnya bisah diubah lebih baik. Dan sebagian yang lain "sadar" bahwa dengan bantuan Tuhan segalanya memang mungkin.

Dan penghalangnya adalah diri kita sendiri.
Hiduplah dari tingkat tertinggi. Sadar bahwa dengan bantuan Tuhan segalanya mungkin!

Senin, 29 Maret 2010

Cerpen Belum Ada Judul

Seorang nenek tua sambil memegang tokat dengan lambatya menelusuri pasar yang becek dan penat demi untuk membeli keperluan hidupnya, ditengah kerumunan orang banyak yang tak memperdulikan akan keberadaanya iapun begitu sabar berjalan selangkah demi selangkah dari tokoh ke tokoh yang lain sesekali ia berhenti untuk menghela nafas. Setelah semua keperluannya dibeli ia pun bersegera untuk pulang dengan bejalan melewati gang-gang sempit, menyebrangi jalan yang ramai oleh kendaraan tanpa seorangpun yang menuntunnya hingga setelah menempuh jarak yang cukup jauh barulah ia sampai di sebuah gubuk tua yang sudah hampir rubuh. Dengan seorang diri ia membesarkan cucunya yang masih berumur empat tahun, kesehariaanya hanyalah menjahit dengan sedikit penghasilan cukuplah untuk makan setiap harinya. “Mau apalagi yang bisah aku lakukan hanya menjahit” kata nenek itu kepada seorang pelanggan. Begitulah hari demi hari sang nenek lewati dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Suatu ketika tedengar suara tangisan dan kemarahan dari luar gubuknya, sang nenekpun terbangun dari tidur siangnya dan bergegas keluar. Setibanya ia di luar, iapun terkejut dengan mata membelalak melihat sebuah mobil besar yang siap meratakan apapun yang ada didepannya dan puluhan orang-orang berseragam yang masing-masing membawa pentungan dintanganya. Setelah beberapa menit ia pun terbangun dan sadar apa yang sebernarnya terjadi, dengan begitu berani nenekpun maju memarahi orang-orang berseragam itu sambil menujuki satu persatu dari mereka dengan tokatnya. Namun apalah ia hanya seorang nenek yang sudah tua rentah, orang-orang berseragam tak menghiraukan apapun yang keluar dari mulut sang nenek ini. Merekapun mulai merubuhkan satu persatu rumah-rumah yang ada, tiba pada giliran rumah sang nenek, ketika itu sang nenekpun menangis, memohon dengan sangat kepada orang-orang berseragam itu. Namun apalah dikata orang-orang ini memang tak punya perasaan, tak punya hati nurani,dengan satu perintah mobil buldoserpun berjalan siap merubuhkan rumah sang nenek disaat mobil mulai beraksi, sang nenek teringat dengan cucunya yang sedang tertidur nyeyak didalam gubuknya. Iapun berlari ingin menyelamatkan cucunya ketika ia mulai memengang gagang pintu gubuk miliknyapun rubuh pada saat itu pula tubuhnya tertindih oleh tumpukan kayu, “apalah daya tubuh ini sudah tua dan tak mampu berbuat apa-apa lagi, maafkan aku cu’ tak mampu menyelamatkan dirimu dari lintah-lintah darat ini” inilah ucapan yang sempat ia katakan sebelum ajal menjemputnya.

Semua tinggal kenangan yang ada hanyalah sepenggal kisah yang menjadi dongeng setiap harinya. Kini rumah sang nenek menjadi sebuah apartement yang besar disampingnya berdiri gedung-gedung pencakar langit yang begitu dibanggakan oleh mereka sang lintah pengisap darah.

ARTI KITA DI DUNIA YANG RUMIT INI


Jika mata tak lagi melihat
Telinga tak mampu mendengar
Dan mulut tak bisah bersuara
Apakah ini akhir dari dunia ini

Bagaimana dengan si buta itu
Bagaimana dengan si tuli itu
Bagaimana dengan si bisu itu
Apakah bagi mereka dunia sudah berakhir

Tidak kata seseorang yang sedang memegang tokat sambil membungkuk
Masih ada cinta dan harapan disekeliling mereka
Dunia hanyalah sebuah ladang yang siap dipanen
Jadi apalah arti kita di dunia yang rumit ini